real money, real paid
Saturday, January 24, 2015

Si Buta dan Si Bungkuk
Si Buta dan Si Bungkuk
   Ada dua pemuda yang tinggal di sebuah kampung. Mereka bersahabat akrab, ke mana pun pergi selalu bersama, tidak ada pertengkaran yang mereka alami. Mereka saling butuh karena keadaan tubuhnya. Pemuda yang bertubuh kekar buta matanya, sementara yang dapat melihat bungkuk tubuhnya. Orang menyebut mereka si Buta dan si Bungkuk.

Si Buta sangat baik hati, tidak pernah curiga pada si Bungkuk dan percaya pada temannya itu. Sementara si Bungkuk sebenarnya sering menipu si Buta. Setiap ada selamatan si Buta duduk berdampingan dengan si Bungkuk. Saat makan si Buta selalu mengeluh, “Pemilik rumah ini kikir ya,” bisiknya,
“masak tak ada ikannya, lauknya cuma sayur labu.”

Si Bungkuk tersenyum karena diam-diam sudah mengambil daging besar dari piring si Buta. Si Bungkuk bahagia bersahabat dengan si Buta. Setiap ada kesempatan, ia manfaatkan kebutaan temannya untuk kepentingan sendiri. Si Buta yang tidak mengetahui kelicikan si Bungkuk juga merasa senang. Setiap saat si Bungkuk dapat jadi matanya.

Pada suatu hari si Bungkuk mengajak si Buta berburu rusa. Tak jauh dari kampungnya memang ada hutan lebat tempat bermacam binatang hidup. Pada waktu itu belum ada senapan untuk berburu. Penduduk yang ingin mendapatkan buruan biasa menggunakan jerat, kadang menggunakan anjing pelacak dan tombak, begitu juga si Bungkuk dan si Buta.

“Kalau kita mendapat rusa, hasilnya kita bagi sama rata,” ujar si Bungkuk. Tentu saja si Buta sangat gembira sambil menuntun anjing pelacak. Sementara si Bungkuk, menyiapkan tombak di tangan kanannya sambil mengikuti anjing pelacak.

Kiranya hari itu mereka bernasib balk. Seekor rusa jantan yang cukup besar berhasil mereka tombak, tanduknya yang bercabang indah bakal jadi hiasan. Si Bungkuk segera membagi rusa hasil buruan jadi dua bagian, namun dengan licik ia menyisihkan tulang-tulang untuk si Buta.

“Kita masak sendiri-sendiri saja ya, biar sesuai selera kita,” kata si Bungkuk sambil ngajak berpisah. Si Buta pun menurut saja, dan pergi ke rumah untuk mulai memasak. Walaupun tidak melihat, kemampuan si Buta dalam memasak tidak meragukan. Aromanya mengundang si Bungkuk untuk datang, dan mereka pun makan bersama-sama. Si Bungkuk makan daging empuk rusa, Si Buta makan tulang-tulang bagiannya.
“Seda…ap!” kata si Bungkuk.
“Nikma…at!” kata si Buta. “Tapi sayang ya, rusanya tak punya daging!”

Si Bungkuk hanya tersenyum. Sementara si Buta, karena merasa sayang tulang-tulangnya sudah dimasak dengan susah payah, ia memaksa menggigit tulang itu lagi. la mengerahkan segenap tenaga menggigit tulang sekuat-kuatnya hingga bola matanya meradang. Ajaib! Mata si Buta bisa melihat lagi!

“Aku bisa melihat!” teriaknya. Si Buta menatap sekeliling, dan dilihatnya tulang-tulang di piringnya dan daging-daging di piring si Bungkuk.

“Kurang ajar! Kau menipuku ya?!” katanya. Si Buta pun mengambil tulang rusa paling besar, menghajar si Bungkuk dengan tulang itu dengan beberapa pukulan. Badan si Bungkuk pun babak belur. Dan seperti si Buta, keanehan terjadi ketika si bungkuk bangkit ternyata punggungnya tak bungkuk lagi.

“Aku berdiri tegak! Aku tak bungkuk lagi!” teriaknya girang. Mereka pun berpelukan dan bermaafan, seterusnya bersama-sama makan daging rusa yang masih ada.

0 comments:

Post a Comment